BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang Masalah
Suku
Bugis merupakan salah satu suku yang dikenal di dunia karena adat istiadat dan
kebudayaan yang sangat kental. Salah satu hal yang sangat dijunjung tinggi
masyarakat suku Bugis adalah bahasa daerahnya. Posisi
bahasa daerah dengan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Jika melihat definisi sederhana mengenai
kebudayaan, bahasa merupakan hasil karsa masyarakat (kebudayaan) yang dijadikan
alat untuk memenuhi kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya, yaitu kebutuhan untuk
berkomunikasi. Karsa masyarakat, mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang
sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan masyarakat.
Norma-norma dan nilai-nilai itu yang nantinya membentuk standar moral dalam
masyarakat. Karena posisi kebudayaan dan bahasa tidak dapat dipisahkan
membuatnya identik dengan moralitas.
Pesatnya perkembangan zaman, semakin
menuntut masyarakat baik yang berada di kota maupun di desa untuk mengikuti trend
hasil adopsi dari kebudayaan barat yang berkembang di masyarakat. Trend-trend
inilah yang nantinya akan mengubah identitas masyarakat akibat pengaruhnya yang
besar. Pengaruh itupun tak hanya menjalar dalam jangkauan yang sempit namun
juga mampu menginfeksi secara mendunia. Hal ini yang mengakibatkan sebagian
besar masyarakat, khususnya remaja seakan-akan lupa dan tidak mau tahu lagi
mengenai budaya yang membesarkan nama mereka.
Melihat hal itu, maka penulis mengangkat
sebuah makalah yang berjudul “Nasib Bahasa Bugis di Era Globalisasi”. Penulis
berharap dengan adanya makalah ini, remaja khususnya yang berasal dari suku
Bugis dapat melestarikan kembali bahasa
ibu mereka dengan cara mempelajarinya. Begitupun
pemerintah agar lebih memberi perhatian kepada warisan kebudayaan dari leluhur
agar warisan ini dapat tetap eksis dan lestari meski di masa globalisasi.
1.2.Tujuan
Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan beberapa hal
yang berhubungan dengan:
1.2.1.
Globalisasi.
1.2.2.
Dampak globalisasi terhadap
kelestarian
bahasa Bugis di kalangan pelajar di kota Sengkang.
1.2.3.
Upaya
yang dapat ditempuh untuk mengatasi pudarnya bahasa Bugis akibat globalisasi.
1.3.Rumusan Penulisan
Untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam penulisan makalah ini, maka permasalahan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.3.1
Apa yang dimaksud globalisasi ?
1.3.2
Bagaimana dampak globalisasi terhadap
kelestarian bahasa Bugis di kalangan pelajar di kota Sengkang ?
1.3.3 Upaya apakah yang dapat ditempuh
untuk mengatasi pudarnya bahasa Bugis akibat globalisasi ?
1.4. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Lembaga Pendidikan, Pemerintah,
dan Masyarakat secara keseluruhan.
1.4.1
Bagi Lembaga Pendidikan, makalah ini dapat dijadikan
rujukan dalam mengkaji dampak globalisasi terhadap bahasa Bugis serta upaya
yang dapat ditempuh untuk menjaga kelesteriannya melalui pendidikan dan
pengajaran.
1.4.2
Bagi Pemerintah, makalah ini dapat menjadi bahan kajian
dalam menetapkan kebijakan tentang pelestarian bahasa Bugis dan penjagaannya
dari pengaruh globalisasi.
1.4.3
Bagi masyarakat, makalah ini dapat menjadi tambahan
pengetahuan serta membentuk kesadaran akan pentingnya budaya sebagai identitas
yang layak untuk dipertahankan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Globalisasi
Globalisasi merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi
bagi seluruh lapisan masyarakat. Dua hal yang penting untuk dipahami penting
tentang globalisasi adalah pengertian dan ciri-ciri globalisasi itu sendiri.
2.1.1
Pengertian
Globalisasi
Theodore
Levitt (1985;249), pertama kali mengunakan Istilah Globalisasi yang menunjuk
pada politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi
keuangan. Menurut sejarahnya, akar munculnya globalisasi adalah revolusi
elektronik dan disintegrasi negara-negara komunis. Revolusi elektronik melipat
gandakan akselerasi komunikasi, transportasi, produksi, dan informasi.
Disintegrasi negara-negara komunis yang mengakhiri Perang Dingin memungkinkan
kapitalisme barat menjadi satu-satunya kekuatan yang memangku hegemoni global.
Itu sebabnya di bidang ideologi perdagangan dan ekonomi, globalisasi sering
disebut sebagai Dekolonisasi (Oommen), Rekolonisasi ( Oliver, Balasuriya,
Chandran), Neo-Kapitalisme (Menon), Neo-Liberalisme (Ramakrishnan). Malahan
Sada menyebut globalisasi sebagai eksistensi Kapitalisme Euro-Amerika di Dunia
Ketiga.
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil
dari kata global, yang maknanya ialah mendunia. Achmad Suparman menyatakan
Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku)
sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah.
Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja
(working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada
yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses
alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu
sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi
dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang
dimaksudkan orang dengan globalisasi:
a. Internasionalisasi:
Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal
ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun
menjadi semakin tergantung satu sama lain.
b. Liberalisasi:
Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara,
misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
c. Universalisasi:
Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun
imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi
pengalaman seluruh dunia.
d. Westernisasi:
Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin
menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
e. Hubungan
transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat
definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih
mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global
memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
Jadi globalisasi
secara umum dapat diartikan proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik yang mampu
menginfeksi secara cepat.
2.1.2 Ciri – Ciri Globalisasi Kebudayaan
Globalisasi
sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu ke seluruh
dunia sehingga menjadi budaya dunia ( world culture) yang telah terlihat sejak
lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari
perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian
W. Pye, 1966 ). Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif
terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi.Kontak
melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar
bangsa.Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah
dilakukan, Hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi
kebudayaan.
Adapun ciri-ciri berkembangnya
globalisasi kebudayaan adalah:
a. Berkembangnya
pertukaran kebudayaan internasional.
b. Penyebaran
prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu
terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
c. Berkembangnya
turisme dan pariwisata.
d. Semakin
banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
e. Berkembangnya
mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
f. Bertambah
banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
g. Persaingan
bebas dalam bidang ekonomi
h. Meningkatkan
interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa.
2.2. Dampak
Globalisasi Terhadap Kelestarian Bahasa Bugis di Kalangan Pelajar di Kota
Sengkang
Generasi muda khususnya pelajar
yang merupakan ujung tombak suatu bangsa seakan – akan sangat muda terinfeksi
oleh perkembangan zaman. Pada usia mereka yang masih rentan, terlalu sulit
untuk memilah trend yang dapat dipedomani dan tidak dapat dipedomani. Sebagai
bangsa yang menganut budaya timur, tentu saja kita diikat oleh norma – norma
yang kental dan menjunjung tinggi adat istiadat kita khususnya bagi masyarakat
Bugis.
Penggunaan bahasa daerah pun seakan
tak lagi dilirik oleh para generasi muda.Bahasa Bugis yang menjadi bahasa ibu,
perlahan – lahan kini sudah mulai dilupakan akibat pengaruh globalisasi yang
sangat cepat penyebarannya di kalangan generasi muda.Bahkan tidak sedikit dari
pelajar yang ada di Wajo tidak mengetahui lagi bahasa ibu mereka.Jangankan
menggunakan, mengetahui bahasa Bugis saja mereka seakan malu dan ada rasa
gengsi.Bahkan yang lebih parahnya mereka beranggapan bahwa orang – orang yang
menggunakan bahasa Bugis adalah orang – orang yang ketinggalan zaman.Tentu saja
ini sangat memprihatinkan bagi kelangsungan sebuah bangsa.
Pelajar – pelajar pada umumnya
menggunakan bahasa gaul yang asal usulnya dari negara Barat yang seakan menjadi
trendsetter dalam kehidupan. Tentu saja dengan ketidakadaannya minat para
generasi muda untuk mempelajari bahasa Bugis akan membuat bahasa Bugis secara
perlahan – lahan hilang dan terlupakan.
2.3. Upaya
yang Dapat Ditempuh untuk Mengatasi Pudarnya Bahasa Bugis Akibat Globalisasi
Bahasa
bugis adalah bahasa kita bersama yakni kebudayaan yang mempunyai makna bagi
kita masyarakat Bugis. Kalau bukan kita lalu siapa lagi yang akan menjaga dan
meletarikannya. Seharusnya sebagai masyarakat Bugis kita patut bangga dengan
mempunyai kekayaan budaya. Hal ini sebenarnya akan menimbulkan rasa tanggung
jawab untuk melestarikan kebudayaan tersebut. Sebagai warga negara kita
hendaknya menanggapi dengan arif pengaruh nilai-nilai budaya barat untuk
mengembangkan dan memperkaya, serta meningkatkan kebudayaan nasional dengan
cara menyaring kebudayaan itu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil
nilai yang baik dan meninggalkan nilai yang tidak sesuai dengan kebudayaan
kita.
Begitu
juga halnya dengan pemerintah, pemerintah harus tegas dalam menjaga dan
melestarikan kebudayaan indonesia dengan cara membuat peraturan perundangan
yang bertujuan untuk melindungi budaya bangsa. Dan jika perlu pemerintah harus
mematenkan budaya-budaya yang ada di Indonesia agar budaya-budaya bangsa tidak
jatuh ke tangan bangsa lain. Pemerintah harus membangun sumber daya manusia dan
meningkatkanan daya saing bangsa dapat dilakukan dengan menanamkan norma dan
nilai luhur budaya Indonesia sejak dini, dengan cara sosialisasi nilai budaya yang
ditanamkan kepada anak sejak usia prasekolah. Hal ini ditujukan untuk
mengangkat kembali identitas bangsa Indonesia.
Hal yang
tak kalah pentingnya adalah dengan memasukkan bahasa Bugis menjadi mata
pelajaran di sekolah baik tingkat SD sampai tingkat SMA agar para pelajar tak
lagi melupakan bahasa Bugis.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pada karya ilmiah remaja ini, kesimpulan yang dapat
ditarik adalah :
1.
Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik yang mampu
menginfeksi secara cepat
2.
Ciri –
ciri globalisasi budaya dapat dilihat dari cara masyarakat hidup dan bergaul.
Apabila masyarakat hidup dengan fasilitas modern maka globalisasi telah
berhasil masuk.
3.
Pudarnya
bahasa Bugis di Wajo diakibatkan dari kurangnya minat generasi muda untuk
mempelajari dan menggunakan bahasa Bugis. Hal ini disebabkan karena globalisasi
budaya telah masuk dan berkembang pada pola kehidupan mereka.
3.2. Saran
Pada karya ilmiah remaja ini, penulis
menyarankan :
1.
Pemerintah perlu mengkaji ulang perturan-peraturan
yang dapat menyebabkan pergeseran budaya bangsa. Khusunya pada penggunaan
bahasa daerah Bugis.
2.
Masyarakat perlu:
a. Berperan aktif dalam pelestarian
bahasa daerah masing-masing khususnya dan bahasa nasionalisme pada umumnya.
b. Lebih selektif memilih dan
memilah budaya asing yang masuk agar tidak terjadi asimilasi kebudayaan.
3.
Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan
seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar
tidak menimbulkan pergeseran budaya.
sangat bermanfaat
BalasHapus