Jumat, 28 Desember 2012

Adat Pernikahan di Wajo, Sulawesi Selatan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Sebagian besar wilayah Asia Tenggara mendapat pengaruh yang kuat dari India. Namun, tidak begitu dengan suku yang menempati wilayah Sulawesi Selatan ini. Suku yang dikenal sangat piawai mengarungi lautan ini awalnya sangat menentang asimilasi budaya luar. Pengaruh India hanya terdapat dalam tulisan lontara berdasarkan skrip Brahmi. Tulisan lontara ini dibawa ke wilayah Sulawesi melalui jalur dagang oleh para pedagang dari India. 
Dalam budaya suku bugis terdapat konsep ade’ atau adat dan konsep spritualitas. Konsep adat menjadi tema utama dalam catatan-catatan mengenai hukum. Bahkan, terdapat dalam sejarah orang Bugis. 
Masyarakat tradisional suku Bugis mengacu kepada konsep pang’ade’reng atau adat istiadat berupa norma yang saling terkait satu sama lain. 
Kehidupan sehari-hari masyarakat Bugis sangat memperhatikan adat istiadat, misalnya memperhatikan hubungan harmonis antarsesama manusia. Hal-hal tersebut dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti mengucapkan tabe’ yang artinya permisi.
Ucapan ini dilakukan dengan posisi badan membungkuk setengah badan. Ucapan tabe' dilakukan saat lewat di depan sekelompok orang-orang yang lebih tua. Kemudian, mengucapkan iye’ atau jawaban iya yang halus dan ramah. Selain itu, diajarkan pula untuk menghargai orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda.
Masyarakat Bugis merupakan masyarakat yang sarat dengan prinsip dan nilai-nilai adat dan ajaran agama di dalam menjalankan kehidupan mereka. Mereka yang mampu memegang teguh prinsip-prinsip tersebut adalah cerminan dari seorang manusia Bugis yang dapat memberikan keteladanan dan membawa norma dan aturan social.
Namun melihat perkembangan zaman yang semakin lama semakin maju,generasi muda khususnya suku Bugis seakan – akan melupakan adat istiadat dan kebudayaan yang telah membesarkan nama mereka.
Melihat hal itu, maka penulis sebagai generasi asli suku Bugis merasa terpanggil untuk kembali menghidupkan kebudayaan yang telah lama terabaikan dari pandangan masyarakat luas.

Nasib Bahasa Bugis di Era Globalisasi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Suku Bugis merupakan salah satu suku yang dikenal di dunia karena adat istiadat dan kebudayaan yang sangat kental. Salah satu hal yang sangat dijunjung tinggi masyarakat suku Bugis adalah bahasa daerahnya. Posisi bahasa daerah dengan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Jika melihat definisi sederhana mengenai kebudayaan, bahasa merupakan hasil karsa masyarakat (kebudayaan) yang dijadikan alat untuk memenuhi kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya, yaitu kebutuhan untuk berkomunikasi. Karsa masyarakat, mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan masyarakat. Norma-norma dan nilai-nilai itu yang nantinya membentuk standar moral dalam masyarakat. Karena posisi kebudayaan dan bahasa tidak dapat dipisahkan membuatnya identik dengan moralitas.
Pesatnya perkembangan zaman, semakin menuntut masyarakat baik yang berada di kota maupun di desa untuk mengikuti trend hasil adopsi dari kebudayaan barat yang berkembang di masyarakat. Trend-trend inilah yang nantinya akan mengubah identitas masyarakat akibat pengaruhnya yang besar. Pengaruh itupun tak hanya menjalar dalam jangkauan yang sempit namun juga mampu menginfeksi secara mendunia. Hal ini yang mengakibatkan sebagian besar masyarakat, khususnya remaja seakan-akan lupa dan tidak mau tahu lagi mengenai budaya yang membesarkan nama mereka.
Melihat hal itu, maka penulis mengangkat sebuah makalah yang berjudul “Nasib Bahasa Bugis di Era Globalisasi”. Penulis berharap dengan adanya makalah ini, remaja khususnya yang berasal dari suku Bugis  dapat melestarikan kembali bahasa ibu mereka dengan cara mempelajarinya.  Begitupun pemerintah agar lebih memberi perhatian kepada warisan kebudayaan dari leluhur agar warisan ini dapat tetap eksis dan lestari meski di masa globalisasi.